Upaya Pengidetifikasi Kasus Orang Terinfeksi Tanpa Gejala Dalam Upaya Penekanan Angka Penularan Viru
Kresna Wijaya, I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan
PS. Informatika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana (https://unud.ac.id)
wkresna511.kw@gmail.com
Kurang lebih 3 bulan lalu, dunia diguncangkan dengan adanya virus baru yang muncul di Tiongkok tepat nya di provinsi Wuhan. Pada saat itu hampir seluruh dunia menyalahkan Tiongkok atas hadir nya virus baru tersebut, atau yang akrab dikenal dengan virus corona/Covid-19. Namun ketika virus ini telah menyebar dengan sangat cepat dan dinyatakan sebagai pandemi global oleh badan kesehatan dunia (WHO), hampir seluruh negara-negara di dunia merasa panik salah satunya Indonesia. Berbagai kebijakan diterapkan, bahkan ada beberapa negara yang memberikan denda senilai jutaan rupiah bagi warga nya yang tidak ingin mengikuti kebijakan Lockdown.
Indonesia sendiri yang pada awalnya mengatakan Zero Corona, tiba-tiba menjadi sangat panik setelah mengetahui ada beberapa orang yang terbukti positif corona. Hingga saat ini jumlahnya terus bertambah dan didukung dengan rasio kematian yang cukup tinggi. Maka dari itu beberapa kebijakan seperti belajar di rumah, bekerja di rumah, beribadah di rumah langsung di terapkan untuk meminimalisir tingkat penularan virus corona.
Hal yang menjadi masalah bagi Indonesia adalah masih banyak masyarakat yang kurang pengetahuan mengenai covid-19 ini. Sehingga masih banyak masyarakat yang tetap bebergian ke luar rumah, bahkan mengunjungi tempat-tempat ramai seperti mall dan sebagainya. Pada kondisi seperti ini akan sangat berpotensi menimbulkan banyaknya orang terinfeksi namun tanpa gejala (OTG). Badan penanganan covid-19 Indonesia menyatakan bahwa sekitar 70% penderita positif corona ini tanpa gejala[1]. Orang-orang tersebut tidak merasakan gangguan apapun pada tubuhnya, sehingga mereka merasa bahwa mereka sehat dan baik-baik saja. Hal ini tentunya akan berpotensi terjadi penyebaran baru, dan akan terus meluas apabila orang-orang yang tertular juga merupakan orang terinfeksi tanpa gejala (OTG).
Dalam dunia medis, orang terinfeksi tanpa gejala disebut juga Carier. Salah satu Dokter Spesialis paru-paru Indonesia menyatakan bahwa, Carier ini mempunyai daya tahan tubuh yang cukup kuat sehingga mampu mempertahankan kesehatannya. Carier itu sendiri mempunyai beberapa ciri-ciri yang masih bisa digunakan untuk mengidentifikasi virus corona pada tubuh mereka, yaitu kehilangan kemampuan indra penciuman (anosmia), dan kehilangan kemampuan indra perasa (dysgeusia)[2].
Melalui bidang IT, mungkin dapat membantu dengan menciptakan suatu alat/device yang mampu mengidentifikasi ciri-ciri dari Carier dari setiap individu dengan cepat. Hal ini akan sangat membantu tenaga medis di Indonesia yang dapat dikatakan “kurang” dalam mengatasi covid-19, sehingga tingkat diagnosis dan penyembuhan kasus covid-19 di Indonesia masih sangat lambat. Alat ini akan disebar ke seluruh Indonesia, bahkan hingga pelosok dan akan menjadi tanggung jawab kepala lingkungan setempat seperti RT/RW.
Alat ini sangat sederhana, dengan kegunaannya hanya menerima data setiap individu yang di periksa dan menerima hasil jawaban berkaitan dengan ciri-ciri dari carier itu sendiri. Semua informasi dan data yang ada akan langsung terhubung dengan badan pusat penanganan covid-19. Implementasi komunikasi data antara alat ini dan pusat (server) menggunakan protocol TCP. TCP dipilih karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yakni bersifat open platform, sambungan berorientasi (Connection-Oriented), Full Duplex yang artinya koneksi terjadi antara dua host yaitu jalur masuk dan keluar, maka data akan dikirim dan diterima secara simultan[3]. Setiap data yang dikirimkan akan diurutkan dengan nomor urut paket dan akan mendapat respon dari penerima.
Alat ini akan berfokus pada pengidentifikasian carier, yang merupakan salah satu objek paling berbahaya dalam penyebaran virus corona ini. Hal ini juga akan sangat membantu dalam pemutusan rantai penularan melalui tranparansi data carier yang terupdate dan sangat cepat. Sehingga masyarakat dapat mengetahui dimana lokasi paling berbahaya (Red Zone) yang memungkinkan terdapat banyak carier, dan dapat lebih waspada pada daerah-daerah tertentu.
Harapannya alat ini dapat sangat membantu tim pusat penanganan covid-19 di Indonesia untuk dapat lebih sigap dan tepat sasaran dalam memberantas penyebaran virus corona pada daerah-daerah tertentu yang sudah terdeteksi melalui alat. Sehingga angka penularan otomatis akan tertekan, dan semakin cepat negara bahkan dunia ini akan pulih dari covid-19.
*Tulisan ini sebagai tugas dalam kuliah Blended Learning Universitas Udayana
sebagai